Sesampainya di Pantai Klayar,
wanita-wanita langsung mencari kamar kecil, sedangkan saya dan Eldwin masih
terhening menikmati pemandangan dan suasana Pantai Klayar di sore itu. Setelah
semua berkumpul, saya dan Eldwin langsung berkeliling mencari tempat yang cocok
untuk mendirikan tenda. Saran dari Ibu tukang es kelapa jangan terlalu dekat
air, ditakutkan air pasang datang di malam hari. Maka kami memutuskan untuk
mendirikan tenda di ujung tebing sebelah barat pantai. Barang-barang
dikeluarkan dari mobil, dan kami berjalan kaki menaiki sedikit bukit untuk
mencapai tebing tersebut. Saya dan Eldwin mengambil beberapa barang yang masih
tersisa di mobil, sementara yang lain mencoba mendirikan tenda.
Setelah tenda berdiri, hari pun
mulai gelap. Eldwin mencoba membuat api unggun untuk mengeringkan kayu-kayu
gratis yang kami dapatkan sewaktu perjalanan tadi. Karena waktu sudah lewat
mahgrib, saya pun turun ke bawah untuk menjalankan solat di mushola umum. Ternyata
di daerah pinggir pantai juga ada sekelompok orang yang baru saja tiba untuk
kemping, dan sedang mendirikan tenda.
Suasana pantai Klayar di malam
hari tidak begitu gelap, karena sudah terdapat lampu jalan yang cukup besar dan
terang yang terpasang 1 buah di pantai dan 1 buah lagi di dekat jalan keluar. Malam
itu hari sedang mendung, harapan saya untuk dapat melihat bintang di alam bebas
lagi-lagi pupus. Langit malam hanya dihiasi awan-awan tebal dan sesekali
menurunkan hujan ringan. Makan malam pun siap, kami menyantap indomie goreng
yang menjadi makanan favorit bagi para backpacker
di saat seperti ini. Kekurangan dari lokasi kemping di tebing adalah terlalu
besarnya angin selama malam waktu itu. Jadi bagi orang-orang yang kondisi fisiknya
tidak siap mungkin akan sedikit mengalami gejala penyakit sejuta umat : masuk
angin. Malam semakin larut, wanita-wanita pun masuk ke dalam tenda, sementara
saya dan Eldwin tidur di luar dengan menggunakan sleeping bag. Selain bertugas menjaga tenda dari luar, kami
sekaligus menjaga makanan dan peralatan yang masih berada di luar dari hewan
liar, ataupun orang liar.
Sekitar jam setengah 11 ketika
saya dan Eldwin mulai memutuskan untuk tidur, bersamaan pula datang sekelompok
anak muda yang berniat untuk nongkrong
di ujung tebing. Ya sudah bisa ditebak, mereka mencari tempat sepi untuk mabok. Kami pun sempat ikut nongkrong sebentar dan ditawari
minum-minum bersama mereka, tapi karena sudah larut malam maka kami pun pamit
untuk tidur duluan. Sampai dengan jam 1.30 pagi, mereka baru selesai nongkrong setelah bernyanyi-nyanyi
berteriak di dekat tenda kami, tentu saja dalam keadaan mabok. Yaah tapi itu sudah resiko kami untuk kemping ditempat
tersebut. Di saat mereka pergi dari tempat kami sekitar jam 1.30, akhinya saya
baru bisa menutup mata dan terlelap untuk beristirahat. Rasanya nyaman sekali
malam sunyi itu, walaupun angin kencang selalu bertiup sepanjang malam.
Jam 4.00 pagi saya terbangun,
dengan setengah sadar saya mulai memperhatikan sekitar. Semua gelap, tidak ada
suara kecuali hempasan ombak dan suara angin. Eldwin masih tertidur nyenyak,
dan tidak ada tanda-tanda kehidupan dari tenda wanita. Saya mulai
berjalan-jalan sebentar dan melihat langit malam. Serentak saya kaget melihat
indahnya langit malam di pagi itu, langit yang penuh dengan bintang, namun
masih terdapat beberapa bagian yang diselimuti oleh awan mendung. Saya langsung
terburu-buru mengambil kamera saya di dalam tenda dengan setengah sadar. Tripot
pun dipasang, kamera saya setel sesuai dengan low shutterspeed untuk menangkap bintang-bintang. Tapi karena
kepala saya masih terasa sangat berat, jadi saya banyak terdiam sambil menunggu
mengumpulkan nyawa. Hasilnya saya pun menangkap indahnya pantai Klayar di malam
hari, walaupun hanya tertangkap satu bintang.
Menjelang subuh, saya memasang
kamera untuk menangkap gambar dalam mode interval
shoot untuk membuat time elapsed
saat matahari terbit. Sementara itu, saya tinggal kamera saya yang sedang
memoto otomatis turun ke bawah untuk solat subuh. Menjelang sunrise, teman-teman saya sudah mulai terbangun,
dan berputar-putar di sekitar tenda. Rencana kami pada pagi hari itu adalah
menghabiskan pagi hari untuk menyusuri pantai Klayar, sampai pada lokasi dimana
ada ‘batu menyembur’.
Setelah kami membereskan sisa-sisa
kemping kami di lokasi dan menyimpannya di mobil, kami pun langsung berkeliling
pantai untuk main air. Ternyata pagi itu pun kami masih kurang beruntung,
karena matahari tidak bersinar terang, terhalang oleh awan-awan mendung yang
masih menghiasi langit di pantai Klayar. Disini saya baru sadar, ternyata ombak
di pantai Klayar itu sangat luar biasa besar. Terutama di bagian timur pantai
ini. Ada sebuah pantai kecil yang diapit oleh karang-karang sebelum pantai dari
laut. Disini ombaknya bisa menggulung-gulung sangat besar, menurut perkiraan
saya bisa mencapai 4-5 meter! Dan memang pada saat itu jalan menuju ‘batu
menyembur’ itu pun ditutup, karena ombak sedang tinggi dan dikhawatirkan akan
berbahaya. Namun berkat bantuan bapak penduduk sekitar, kami diantar masuk dan
dapat melihat ‘batu menyembur’ itu.
Setelah melihat dari dekat, ‘batu
menyembur’ itu adalah celah di karang yang besar, yang langsung menyemburkan
air apabila tekanan dibawah karang sudah tinggi. Tekanan tinggi itu dapat disebabkan
apabila karang baru saja dihantam oleh ombak besar. Semakin besar ombak yang
menghempas, semakin besar juga nantinya air yang akan disemburkan. Selain ‘batu
menyembur’ di Pantai Klayar, batu-batu karang yang terukir secara alami juga
merupakan daya tarik yang sangat tinggi menurut saya.
Menjelang siang hari, kami
membersihkan diri dan bersiap untuk kembali ke Solo. Mengembalikan mobil
pinjaman pakde Yayas, menuju Stasiun
Solo Balapan, naik kereta kembali ke Yogyakarta, dan pulang ke rumah dan kostan
masing-masing. Pantai Klayar memang belum maksimal menunjukkan keindahannya
kepada kami, tapi keindahan Pantai Klayar tetap sudah membekas di ingatan kami,
di catatan perjalanan kami.
Fajar Kurniawan, Mahasiswa Teknologi Industri
Pertanian, Universitas Gadjah Mada
0 comments:
Posting Komentar