Kami bertiga berfoto diatas Puncak Utara (dari kiri : Saya, Nyonyon dan Dhio) |
Saya memacu mobil melewati Jln.
Wonosari menuju ke Gunungkidul untuk mengejar waktu yang semakin sore karena
keterlambatan rencana pertama. Rencananya saya, Nyonyon dan Dhio bermaksud
untuk mendaki Nglanggeran setelah Asar supaya bisa mendapatkan sunset di puncak gunung, tapi karena
kami juga masih sangat kelelahan setelah pergi ke Punthuk Stumbu paginya, jadi
kami saling memaklumi satu sama lain.
Kami tiba di loket masuk Gunung
Api Purba Nglanggeran sekitar jam 17.30, langit sudah mulai gelap tetapi belum memasuk
waktu Mahgrib. Akhirnya kami memutuskan untuk naik setelah Mahgrib. Lalu kami
membeli makan malam untuk dibungkus ke atas di warung sekitar situ setelah
membeli tiket masuk sebesar Rp 5.000/orang, sangat murah.
Setelah adzan Mahgrib
berkumandang, kami langsung ke Masjid terdekat untuk melakukan solat. Tapi
karena ada suatu permasalahan dengan perut Dhio, maka kami harus menunggu
sampai dengan Isya untuk mulai naik keatas. Perlengkapan dari mobil pun kami
turunkan, pembagian barang dilakukan. Saya membawa beberapa botol air mineral
besar dan kompor karena tas carrier
saya juga paling besar (100 L). Sedangkan sisanya dbawa dengan tangan.
Jam 19.40 kami mulai nak keatas
dengan modal senter seadanya. Pendakian sewaktu itu sangat santai, karena
tujuan kam mendaki adalah hunting
foto, bukan mengejar puncak secepatnya. Maka dari itu kami sangat sering
berhenti di tiap pos untuk sejenak istirahat dan mengambil beberapa gambar dari
situ. Secara keseluruhan perjalanan kami terasa lancar sampai pada pos 4/5 saya
merasa kehilangan jaket saya. Pertama saya sudah mengikhlaskan jaket saya
hilang, tapi ternyata saya baru sadar jika HP saya ada di jaket tersebut
*damn*. Akhirnya kami pun turun lagi 1,5 pos untuk menemukan jaket itu, lalu
melanjutkan lagi perjalanan.
Pos I Pendakian diantara batu-batu besar |
Tujuan perjalanan kali ini kami
ingin mencapai Puncak Utara. Karena sebelumnya saya dan Nyonyon sudah pernah
mencapai Puncak Selatan, dan disana sama sekali tidak ada tanah landai untuk
mendirikan tenda. Puncak Utara memang sedikit lebih jauh dibandingkan dengan
Puncak Selatan. Karena jalan menuju kesana masih cukup lama walaupun sedikit
datar.
Begitu sampai di Puncak Utara,
kami langsung merebahkan badan untuk istirahat dulu. Tetapi saya sadar bahwa
ternyata langit di malam itu sangat cerah, banyak bintang berhamburan tersebar.
Tanpa pikir panjang saya langsung menyiapkan kamera dan tripod saya untuk
mengambil gambar. Sebenarnya saya ingin sekali mendapatkan gambar milky way atau bima sakti, tapi saya
lupa bagaimana cara membaca milky way
di langit, jadi saya hanya mengambil gambar seadanya.
Langit cerah di Puncak Nglanggeran |
Malam di Puncak Nglanggeran memang
luar biasa, udara tidak begitu dingin dan angin hanya berhembus sesekali. Teh
tarik panas sangat cocok diminum untuk menemani kami di malam cerah itu. Pemandangan
dari Puncak Selatan berupa gunung batu di sebelah timur, juga embung Nglanggeran
yang terlihat sangat kecil dari puncak. Di sebelah barat terlihat hiasan
lampu-lampu kota dibalik rimbunnya pepohonan. Karena malam semakin larut maka
kami segera membangun tenda di tanah datar sekitar situ serta membuat api
unggun. Ternyata pemandangan malam ditambah api unggun menjadi objek foto yang
sangat indah. Saya sempat melupakan keadaan kamera saya yang tanpa perhitungan
saya taruh di tanah dan atas batu. Jam sudah menunjukkan pukul 01.30 dini hari,
kami harus cepat beristirahat supaya bisa bangun pagi keesokan harinya. Tujuan lain
kami adalah mendapatkan foto sunrise
di pagi hari.
Alarm kami berbunyi jam 04.40,
membangunkan kami dari tidur yang sebenarnya ‘sangat nyaman’ di kondisi
kelelahan seperti itu. Saya mengambil wudhu seadanya dari embun-embun tumbuhan
di sekitar situ dan segera melaksanakan solat Subuh. Satu hal yang sangat saya
senangi apabila sedang berada di alam adalah bisa mengingat-Nya setiap waktu. Harus
diakui sangat berbeda dengan keadaan apabila saya sedang dirumah saja. Di alam
luar saya merasa bahwa kekuasaan-Nya begitu besar, dan saya merasa punya banyak
waktu untuk mensyukurinya. Itulah salah satu filosofi traveling bagi saya.
Sinar matahari mulai nampak
memancar indah dari bebatuan di Puncak Timur. Saya pun mulai mengambil
gambar-gambar fantastis dari pemandangan indah ini. Beberapa saat kemudian
matahari perlahan mulai menampakkan diri dari balik gunung. Dan sekali lagi
wow! Mataharinya bulat tanpa ditutupi awan sedikitpun. Langit pagi itu pun
sangat cerah, berwarna biru dan dihiasi bulan setengah yang hampir pudar
terkalahkan oleh sinar matahari.
Suasana sunrise dari atas Puncak Utara |
Nyonyon memasak indomie goreng
untuk sarapan kami yang sudah semakin kehilangan tenaga. Memang di momen-momen
seperti ini indomie adalah makanan terenak di dunia *bukan promosi*. Setelah makan
kami sekedar beristirahat untuk menikmati udara pagi sebelum turun gunung. Selang
beberapa waktu datang beberapa pengunjung lain yang sepertinya mulai mendaki
pagi tadi, dan langsung menikmati suasana puncak Nglanggeran yang luar biasa
pada pagi itu.
Dhio dan Nyonyon bertarung di atas gunung |
Kami membereskan tenda,
mengumpulkan sampah dan bekas-bekas api unggun semalam. Kami juga mengemas beberapa
barang seperti tenda dan kompor untuk ditata masuk ke dalam tas carrier masing-masing. Sekitar jam 10.00
pagi kami turun dari puncak dan sempat mampir di beberapa pos yang mempunyai
pemandangan luar biasa juga. Nglanggeran benar-benar tempat yang menyimpan
begitu banyak keindahan, perjalanan kali ini sangat mengesankan. Perjalanan yang
membuktikan bahwa dibalik kekokohan sebuah gunung api purba, terdapat banyak
keindahan alam yang tersimpan di dalamnya. Leave
nothing but footprints, take nothing but pictures and memories, kill nothing
but times.
Fajar Kurniawan, Mahasiswa Teknologi Industri
Pertanian, Universitas Gadjah Mada
0 comments:
Posting Komentar