Saya tidak ingat kapan
terakhir kali menulis di blog ini, mungkin sekitar Agustus atau September tahun
lalu. Blog ini jadi satu-satunya media yang bisa menampung apapun yang ingin
saya tulis, termasuk pengalaman, rencana bahkan sampah sekalipun. Resolusi saya
tahun lalu untuk terus memperbarui blog ini juga hanya sekedar wacana, akhirnya
lagi dan lagi terbengkalai karena berbagai kegiatan saya.
Sumber : Simbah Google |
Sekarang kita telah
memasuki tahun 2016, tahun yang menurut saya hmmmmm merupakan hasil dari semua
yang telah saya lakukan di tahun sebelumnya. Di tahun 2016 ini saya memulai
kembali lembar kehidupan baru sebagai mahasiswa, ya mahasiswa, lagi. Banyak
yang mempertanyakan mengapa saya memilih untuk mengulang kehidupan memuakkan
sebagai mahasiswa lagi, bukan langsung berkarir seperti kebanyakan orang
lakukan. Jawaban dari semua pertanyaan itu sebenarnya selalu saya jawab apa
adanya pada orang yang bertanya. Tetapi jawaban lengkapnya akan saya
deskripsikan sedetail-detailnya disini. Hope it will be a great consideration
for those who have same dream as me.
Sumber : Simbah Google |
“Kenapa elo langsung kuliah lagi? Ngga mau kerja dulu? Gw sih mau kerja dulu habis itu baru kuliah lagi sambil kerja. Kenapa ngga nunggu beasiswanya dulu? Kenapa pake biaya sendiri?”dan berbagai pertanyaan-pertanyaan lainnya. Jawaban dari pertanyaan itu akan saya bagi menjadi 3 bagian, yaitu kemampuan, kesempatan dan waktu.
Kemampuan
Jika kita melakukan
survey kepada 100 mahasiswa di kelas, saya yakin setidaknya ada 85% mahasiswa
yang menginginkan untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan
bentuk atau cara apapun. Mungkin ada yang ingin langsung melanjutkan begitu
lulus kuliah, ada juga yang ingin bekerja dulu baru melanjutkan, atau bahkan
ada yang beralasan ‘Cuma pingin’, namun apapun alasannya, saya yakin tujuan
mereka sama yaitu : jenjang yang lebih tinggi.
Selama kita mampu berjalan, teruslah berjalan |
Ada beberapa tantangan
yang harus dilewati oleh para ‘pemburu’ Master Degree ini, antara lain
adalah : berkas kampus (seperti ijazah, transkrip, surat referensi dari dosen)
-bahkan tidak jarang ada beberapa kampus yang mensyaratkan IPK-, kemampuan
bahasa asing (dalam hal ini pada umumnya IELTS, TOEFL, TOEIC, pada khususnya
adalah masing – masing bahasa Negara tujuan), dan berkas – bekas kependudukan
(akte kelahiran, KK, paspor, VISA). Berkas – berkas semacam itu yang umumnya
membuat orang menjadi malas untuk mengurusnya, dan disini poinnya : niat.
Saya tidak akan
menjelaskan bagaimana tata cara dan syarat-syarat formal dari mekanisme
mendapatkan sekolah S2, tetapi saya akan membahas hal-hal klise yang sebenarnya
belum pernah dibahas. Salah satunya adalah yang saya sebutkan tadi, niat. Tidak
semua orang mampu untuk mengumpulkan niat, tidak semua orang mampu untuk
membuat niat dan tidak semua orang mampu untuk mempertahankan niat. Dalam kasus
ini, kebetulan saya termasuk kedalam golongan orang tersebut, atau bisa
dikatakan sebagai orang yang ngeyel. Akan tetapi sifat yang seperti ini
malah membuat saya menjadi seperti sekarang.
Entah kenapa saya tahan dengan
semua itu. Tahan harus berulang kali menghadap dosen, mencari surat referensi,
ataupun membolak-balik materi IELTS untuk dipelajari dan mengejar target skor,
beratus-ratus kali browsing mencari tempat tujuan kuliah yang cocok
dengan minat, kriteria dan kemampuan saya, serta aktivitas-aktivitas lain untuk
mendukung tujuan saya. Disinilah saya berpikir, tidak semua orang mempunyai
kemampuan ngeyel seperti saya. Maka saya mulai berganti sudut pandang
bahwa kemampuan ini adalah anugerah yang harus disyukuri. Berkat dia, saya bisa
menjadi seperti ini.
Puncak tidak akan kemana-mana, tetapi kesempatan hanya sekali untuk mencapai puncak |
Kesempatan
Saya (alhamdulillah nya)
terlahir sebagai anak dari keluarga yang bisa dibilang cukup mampu, meskipun
pernah melewati masa-masa dibawah waktu saya kecil, namun sekarang bisa
dibilang keluarga saya adalah keluarga yang cukup. Lalu apa yang harus kita
katakan tentang ini? Rezeki? Nasib? Hasil kerja keras? Apapun itu, saya
melihatnya sebagai sebuah kesempatan.
Katakan saja sekitar 9
dari 10 anak pasti ingin sekolah, dan 7 dari 9 anak adalah anak yang tidak
mampu secara finansial. Maaf untuk mengatakan ini, tetapi ini adalah realita
dunia pendidikan di Indonesia. Sekolah gratis yang sejak dulu sangat
digencarkan sebagai Program Wajib Belajar 9 Tahun, 12 Tahun hanyalah wacana
yang realisasinya belum tepat di lapangan. Program malah berjalan bagi mereka
yang berkecukupan, mereka yang benar-benar membutuhkan tidak mendapatkan akses
ataupun kemudahan birokrasi.
Fakta tersebut yang
membuat saya harus merasa bersyukur, bahwa saya yang mempunyai niat
berpendidikan masih bisa mendapatkan fasilitas dari orang terdekat sendiri
yaitu keluarga. Apa yang mau kalian komentari? Membebani orang tua? Ingin
membalas budi orang tua dengan langsung bekerja dan memberikan segala
kebutuhannya? Well, this is my own opinion, tapi sampai kapanpun juga,
kita tidak akan pernah bisa membalas budi orang tua yang begitu besarnya dengan
apapun. Bukankah dengan tidak mengambil kesempatan seperti ini malah akan
menjadi beban pikiran untuk orang tua? Lalu apa yang bisa saya lakukan untuk sedikit
membalas budi orang tua? Caranya adalah dengan menjadi sebaik-baiknya orang
dengan pendidikan setinggi-tingginya yang membanggakan orang tua, lalu
lakukanlah hal sama yang orang tua kita lakukan kepada anak kita nantinya,
seperti hubungan yang akan sustain bukan? Lalu anak kita akan melakukan
hal yang sama untuk cucu kita, dan begitu seterusnya.
Maka dari itu, keadaan
keluarga yang seperti ini saya jadikan sebagai pendorong bahwa saya masih bisa
membanggakan mereka dengan cara yang lain, yaitu melihat anaknya yang
berpendidikan tinggi dengan membawa nama mereka. Betapa bodohnya saya, ketika
ada kesempatan yang begitu besar untuk meraih sesuatu tapi tidak saya ambil,
sedangkan orang-orang lain dengan mimpi yang sama seperti saya mengidam-idamkan
keadaan seperti ini. Bodoh? Iya, dan saya tidak mau menyia-nyiakan kesempatan
seperti itu.
Waktu
Hal yang terakhir adalah
waktu, wuuh terdengar seperti hal yang kejam bukan? Bagian ini lebih kurang
memaparkan idealisme saya sebagai seorang yang based on plan, orang yang
telah menyusun beberapa rencana pencapaian dalam peta kehidupannya, dan orang
yang tidak suka perjalanannya diganggu oleh rintangan apapun. Itulah saya.
Ketika kita tidak lagi memiliki waktu, kita akan menyesal |
Saya amat yakin bahwa
setiap orang mempunyai banyak hal yang ingin dia capai dalam hidupnya. Let’s
say, Wright bersaudara yang mempunyai mimpi untuk membuat manusia terbang
seperti burung, Alexander Graham Bell yang berusaha mempersempit jarak
komunikasi, Thomas Alva Edison yang ingin menerangi dunia dengan temuannya,
bahkan ilmuwan-ilmuwan di NASA yang sampai sekarang masih bermimpi agar manusia
bisa hidup di Mars. Semua tentang mimpi, sama sekali tidak ada batasan dengan
impian dari setiap orang. Begitu pula dengan saya, masih banyak hal-hal di
dunia ini yang ingin saya capai selain melanjutkan jenjang pendidikan Master.
Semua hal itu juga tidak akan bisa langsung terjadi, butuh proses untuk
melakukannya, dan butuh waktu.
Mari kita bahas kembali,
seseorang yang mempunyai kemampuan, kesempatan, tetapi sama sekali tidak
memiliki waktu, menyedihkan bukan? Akan menjadi suatu hal yang sempurna apabila
saya yang masih mempunyai hal-hal tersebut dapat menjalankannya dengan waktu
yang tepat, dan menjalankan rencana lain untuk mencapai mimpi-mimpi
selanjutnya.
Sebelumnya, saya sama sekali tidak bermaksud menyinggung siapapun dalam tulisan ini, bagi kalian yang merasa tersinggung, mohon maaf sebesar-besarnya. Pemikiran ini merupakan murni pendapat pribadi saya, sisi lain dari pemikiran orang-orang sejenis di kehidupan yang sama.
Bagi siapapun yang membaca ini, satu poin yang harus kalian garis bawahi yaitu berusaha. Jika kalian mempunyai tujuan dan ambisi untuk mencapai itu, maka capailah. Mimpi tidak akan menunggu untuk kalian raih, mimpi akan terus berlari, seiring dengan seberapa cepat langkah kita untuk mencapainya. Ketika kita terlalu banyak menunggu untuk menggapai mimpi, tanpa sadar mimpi kita telah direbut oleh orang lain. Do not ever wait for reaching your dreams, or someone will hire you to reach theirs. Selamat Tahun Baru Imlek.
Bagi siapapun yang membaca ini, satu poin yang harus kalian garis bawahi yaitu berusaha. Jika kalian mempunyai tujuan dan ambisi untuk mencapai itu, maka capailah. Mimpi tidak akan menunggu untuk kalian raih, mimpi akan terus berlari, seiring dengan seberapa cepat langkah kita untuk mencapainya. Ketika kita terlalu banyak menunggu untuk menggapai mimpi, tanpa sadar mimpi kita telah direbut oleh orang lain. Do not ever wait for reaching your dreams, or someone will hire you to reach theirs. Selamat Tahun Baru Imlek.
- Fajar
Kurniawan, Postgraduate Student of International Risk Management and
Finance, Bournemouth University, United Kingdom -
0 comments:
Posting Komentar