Gondola siap meluncur! |
Di
ujung provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat sebuah pantai yang belum
banyak dikenal oleh orang Yogyakarta sendiri, pantai yang tertutupi ketenaran
nama pantai Siung, Wediombo dan Pok Tunggal. Bahkan pantai ini sempat terkenal
di Negri orang, yaitu Korea, karena ada sebuah acara reality show mereka yang mengambil lokasi shooting di pantai ini. Ironisnya, orang-orang yang menonton acara
tersebut tidak mengerti bahwa pantai tersebut berada di Yogyakarta, bahkan
Indonesia!
Pantai
Timang, begitulah pantai ini disebut. Karena keunikannya yang tidak terdapat di
pantai-pantai lain di Gunungkidul, saya memasukkan pantai ini menjadi salah
satu destinasi yang saya tulis di 8 Destinasi Yang Harus Dikunjungi di 2014. Apa
yang menjadi begitu unik dari pantai ini? Timang mempunyai arti timbangan,
gendongan dan sebagainya. Nama itu menggambarkan apa yang sebenarnya berada di
pantai ini. Pantai Timang terkenal dengan kereta gantung tua –semacam gondola-
yang digunakan para nelayan untuk memancing lobster di pulau karang yang
berjarak kira-kira 100 m dari bibir tebing pantai.
Untuk
menuju ke pantai ini, seperti biasa melewati jalur ke pantai Gunungkidul apabila
dari Jogja. Setelah lampu merah terakhir menuju pantai, ketika melihat papan
penunjuk menuju Pantai Siung, Wediombo, Sadeng, ambil jalan tersebut belok ke
kiri. Selanjutnya terus ikuti arah menuju Pantai Siung, karena Pantai Timang
berada di sebelah barat Pantai Siung. Apabila kita harus berbelok kanan untuk
menuju Pantai Siung, maka ambillah jalan ke barat sebelum pertigaan menuju
Pantai Siung tersebut. Jalannya bukan jalan aspal, hanya berupa batu dan tanah,
letaknya tepat di belokan siku-siku sebelum pertigaan Pantai Siung. Dari situ
ikuti terus jalan kampung, apabila kehilangan arah, segera tanya ke penduduk
sekitar. Untuk menuju pantai ini masih cukup jauh dari jalan raya tadi,
terlebih lagi jalannya yang bebatuan dan tanah, jadi persiapkan mental kita
sesabar mungkin.
Sesampainya
di pantai ini, kita harus memarkir kendaraan kita dibawah, selanjutnya
dilanjutkan dengan jalan kaki menuju pantai. Pantai Timang sendiri punya area
pantai yang cukup kecil dengan pasir putih. Namun yang paling terkenal di
Pantai Timang adalah kereta gantungnya, maka untuk menuju kesana kita harus
berjalan sedikit melewati bukit. Tempat dari kereta gantung ini sendiri berdiri
di sebuah batu karang di tebing pantai.
Pandangan gondola ke pulau karang |
Pantai
Timang termasuk ke dalam daerah Dusun Danggolo, Desa Purwodadi, Tepus. Pantai ini
sudah sejak lama menjadi sumber mata pencaharian para nelayan lobster di
sekitar Gunungkidul. Hal tersebut karena memang habitat lobster yang suka
tinggal di daerah karang-karang pinggir pantai. Maka dari itu, pulau karang
yang terdapat di pantai tersebut menjadi habitat lobster yang sangat besar,
surga juga bagi para nelayan lobster.
Gondola tua dan pulau karang |
Sekarang
kita bicara mengenai kereta gantung tua yang daritadi sangat saya tonjolkan. Kereta
gantung atau gondola ini sudah berumur kurang lebih 16 tahun! Dibangun pada
saat jaman krisis moneter dahulu, 97-98. Menurut narasumber yang saya temui –kalau
tidak salah namanya pak Sakti-, gondola ini dibuat oleh 2 orang nelayan
sekitar. Para nelayan mengerti bahwa di pulau karang terdapat banyak lobster
yang hidup, maka dari itu timbullah inisiatif mereka untuk menghubungkan pulau
karang dengan daratan pantai. Apakah terpikirkan oleh kalian bagaimana
menghubungkan tali dari satu pulau ke daratan? Awalnya saya pikir seseorang
melempar dengan menggunakan tombak atau menggunakan perahu untuk menuju ke
pulau karang tersebut, ternyata.. ada salah satu dari nelayan tersebut yang
BERENANG! Saya ulangi, BERENANG! Dari daratan ke pulau tersebut. Saya sama
sekali tidak bisa membayangkan, karena derasnya arus dan ombak di sekitar
pantai benar-benar mengerikan, khas laut selatan. Bagaimana caranya seorang
manusia bisa berenang dengan santai membawa tali menuju pulau karang? Pertaruhan
hidup yang luar biasa, benar-benar tidak masuk akal apabila yang dipikirkan
oleh nelayan hanya keuntungan.
Gondola tua yang sudah sangat rapuh |
Saat
saya mendatangi tempat ini, ada sekelompok komunitas yang kelihatannya baru
saja bermalam di pantai ini untuk memancing. Bisa saya lihat juga ada
bekas-bekas lobster dan ikan-ikan dimakan di sekitar tempat mereka camping, dan tentunya juga sampah. Mari kita
bahas sampah ini lain kali, karena saya terlalu takjub dengan gondola kayu
tersebut. Saat saya datang, kebetulan
sekali ada seorang nelayan yang baru kembali dari pulau karang, dan sedang
menaiki gondola tersebut. Tanpa pikir panjang dan sedikit berbengong, saya
langsung mengambil kamera dan mengabadikan gambar nelayan tersebut yang
bersusah payah menarik tali dan ditarik oleh temannya yang lain di tepi tebing.
Di tengah jalan menuju kembali ke darat, tiba-tiba pancing bapak nelayan
tersebut terjatuh ke laut, dan langsung ditelan ombak besar. Sekali lagi harus
saya katakan, benar-benar pertaruhan yang tidak sepadan.
Bapak nelayan yang sedang menyebrang |
Bapak nelayan lain yang sedang membantu menarik temannya |
Walaupun
menurut penduduk sekitar gondola tersebut aman, dan selalu diganti talinya
setiap 3 bulan sekali, tetap saja bagi saya itu adalah kereta gantung terpendek
menuju kematian. Kereta gantung itu hanya terdiri dari tali tebal dan kayu-kayu
tua yang saling diikat satu sama lain. Dimana kayu tersebut juga hanya
tertancap di tanah tebing yang sangat minim. Bagi para wisatawan, diperbolehkan
menaiki gondola tersebut sampai ke pulau karang dengan biaya Rp 100.000 – 150.000.
Ada juga beberapa orang yang rela membayar sebesar itu untuk menikmati
adrenalin gondola tua yang sangat rapuh. Untungnya saya masih sangat sayang
uang Rp 100.000 dan nyawa saya.
Penyangga gondola |
Dari
kunjungan saya ke Pantai Timang, saya belajar banyak tentang perjuangan hidup
para nelayan di sekitar pantai tersebut. Pertama, pertaruhan nyawa mereka untuk
menghubungkan daratan dengan pulau karang bukan semata-mata karena mereka ingin
mendapatkan untung dari jumlah lobster yang sangat melimpah di pulau tersebut. Tetapi
apabila dilihat dengan visioner, mereka rela mempertaruhkan nyawa mereka demi
menyambung hidup keluarga mereka, teman-teman seprofesi mereka dan nelayan
sekitar. Dengan terhubungnya pulau karang dan daratan, seluruh nelayan dapat
menikmati hasil alam yang digunakan untuk menghidupi masing-masing keluarga
mereka, itulah solidaritas para nelayan. Walaupun selalu ada peran monopoli
dalam hal mencari keuntungan seperti ini, tapi untuk sekarang kita kesampingkan
dulu hal tersebut. Selanjutnya, mereka dapat menahan adanya eksplorasi secara
besar-besaran dengan menciptakan alat penghubung yang serba terbatas seperti
gondola. Apabila dibangun sebuah jembatan menuju pulau karang, maka saya sangat
yakin bahwa bukan hanya lobster yang habis disana, tetapi juga ekosistem pulau
karang akan rusak seiring dengan banyaknya orang yang berkunjung kesana.
Pantai Timang |
Pantai
Timang memiliki area yang kecil, tetapi sejuta cerita, dimana kita dapat
memperoleh pelajaran-pelajaran berharga mengenai kehidupan dari kehidupan yang
sangat keras disana. Dimana nyawa menjadi pertaruhan yang selalu diobral setiap
harinya, setiap kali para nelayan mencoba untuk menyambung hidup dan memberi
nafkah keluarganya.
Fajar
Kurniawan, Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian, Universitas Gadjah Mada
0 comments:
Posting Komentar