Jakarta, Kemendikbud---Lampu belajar
masih menemani. Buku masih terbuka. Berjam-jam duduk di meja belajar. Mata
terus membaca, tangan mencatat di buku tulis. Di kamar yang mungil, jauh dari
kampung halaman.
Ribuan, bahkan ratusan ribu anak muda
tinggalkan kampung halaman, jauh dari Ibu, Ayah, dan saudara mereka. Kampung
halaman yang penuh kenangan masa kecil itu mereka tinggalkan untuk satu tujuan:
pendidikan.
Semua pasti masih ingat saat keluarga
mengantarkan, melepas bersekolah jauh. Kristal butiran air mata Ibu saat
melepas anak berangkat seakan cermin jernihnya cinta. Anak adalah cinta
berbalut harapan. Ibu melepaskan anak untuk merantau jauh demi pendidikan yang
lebih baik; melepaskannya dengan cinta, mengalunginya dengan harapan, dan
menyematkannya doa tanpa akhir.
Buat anak-anak muda yang sedang di
rantau, jauh dari Ibu, Ayah dan saudara, pada malam menjelang Hari Pendidikan
ini, saya ucapkan selamat berjuang, selamat belajar.
Rute perjalanan yang kalian tempuh
adalah rute yang telah mengantarkan jutaan anak muda negeri ini meraih
kehidupan yang lebih baik. Jaga stamina!
Yakinlah bahwa pendidikan akan bisa
mengantarkan pada kehidupan yang lebih baik. Pendidikan jadi tangga untuk
menuju cita-cita, menuju harapan. Tiap hari satu anak tangga dilewati.
Anak muda memang seharusnya pilih
jalan mendaki. Jalan berat penuh tantangan tapi bisa mengantarkan ke puncak.
Jadikan perpisahan dengan keluarga itu sebagai awal perjumpaan dengan
cita-cita.
Pada tiap lembar bacaan, ada doa Ibu
dan Ayah. Pada tiap karya tulis dan pekerjaan dari guru atau dosen, ada harapan
dari Ibu dan Ayah. Mereka mungkin tidak tahu satu per satu yang dikerjakan
anaknya, tapi mereka tak pernah berhenti hibahkan semua yang mereka miliki
untuk kebaikan dan kebahagiaan anak mereka.
Teruslah belajar. Jangan biarkan
waktu bergulir tanpa makna. Buka hari dengan cerahnya mata hati, dan tutup hari
dengan tuntasnya asupan ilmu dan pengetahuan baru.
Janjilah kepada Ibu dan Ayah, suatu
hari nanti mereka akan melihat anak mereka pulang membawa ilmu, membawa makna
dan menjawab semua doa dengan melampaui harapan Ibu dan Ayah mereka. Izinkan
mereka kelak menyongsongmu dengan rasa bangga dan syukur. Doa tulusnya dijawab
oleh keberhasilan anaknya.
Selamat Hari Pendidikan, selamat
memasuki Bulan Pendidikan, selamat meneruskan belajar, dan selamat melampaui
cita-cita!
Salam,
Anies Baswedan
Cilandak, 1 Mei 2016,
Pertama kali saya membaca surat dari
Kemendikbud diatas, sontak hati saya tersentuh karena paparan yang disampaikan
oleh Bapak Menteri kita, Anies Baswedan. Namun kali kedua saya membacanya, yang
saya rasakan adalah miris, sangat miris. Begitu besarnya harapan orang tua,
keluarga, teman-teman, bahkan bangsa dan juga Negara kepada kami generasi muda
yang sedang melakukan ‘misi upgrading’ ini.
“gitu deh, mereka itu kalo udah punya lingkarannya sendiri, gak bakalan tuh mau kenal sama yang lain, cukup tau aja”
“kok gitu ya? Maksud gw, kalian sama-sama anak Indo di perantauan yang gak kenal siapa-siapa”
“gak ngerti deh, gw punya banyak temen yang jauh lebih tajir dari mereka di Indo, tapi gak gitu-gitu banget juga, mereka masih bisa ngehargain orang”
“hmmmm”
“gw tau pikiran lo, awal gw tinggal disini (London) juga berpikiran hal yang sama, makanya gw mencoba nyantai sama siapa aja. Mereka buat nerima orang lain masuk ke lingkaran mereka aja ga bisa, gimana mau peduli?”
“ada PPInya kan disini?”
“ada, elo tau kalo lagi ada acara PPI gimana? Kaya kemarin ada acara makrab, mereka pada dateng, tapi di grup masing-masing, berkelompok dan gak mau gabung. Kalo kata temen gw yang udah tinggal 10 tahun di Jerman, emang hal kaya gitu biasa, dimana aja sama, kalo elo udah gak menguntungkan sebagai temen, ngapain juga temenan sama elo, gitu”
“miris ya, di satu sisi mereka udah dapet kesempatan buat kuliah di luar Negri malah kaya gitu, gelar Master tapi kelakuan bocah SMA. Di sisi lain, banyak temen-temen gw disana (Indonesia) yang pengen banget kuliah di luar Negri dengan niat yang baik buat Indo, tapi belum bisa kesampean”
Kira-kira seperti itu percakapan
singkat saya dengan teman yang berkuliah di London beberapa waktu yang lalu. Dia
menceritakan betapa kehidupan London itu sangat hmmmm keras? Tapi tentunya
tujuan tulisan ini bukan untuk men-generalisir semua orang yang berada di
London, apalagi di luar Negri, hanya sebagai bahan introspeksi untuk kita saja.
Sebagai salah satu orang yang masih
berjuang untuk studi di luar Negri, saya menganggap hal ini adalah sebuah
tanggungjawab yang harus saya lakukan sebaik-baiknya, paling tidak untuk ruang
lingkup paling kecil yaitu keluarga. Namun jika kita berpikir sebagai warga
Negara Indonesia, tanggungjawabnya pun otomatis akan lebih besar juga, kepada
bangsa dan Negara.
Jutaan orang yang sampai sekarang
belum mendapatkan kehidupan yang cukup baik di Indonesia, terus menerus
berharap dengan berdoa ataupun bersuara agar kehidupannya menjadi lebih baik. Baik
berdoa kepada Tuhan, bersuara kepada Pemerintah, ataupun sekedar berharap dan
terus berharap.
Pernahkan kita berpikir bahwa Tuhan
sudah menjawab doa mereka dengan mengirimkan kesempatan-kesempatan bagi
generasi muda untuk menyelesaikan masalah mereka? Baik dengan menjadi pejabat
dengan hati bersih, turun tangan di sosial kemasyarakatan atau mungkin mencari
ilmu baru diluar sana untuk diaplikasikan di Negara asalnya? Pada intinya
adalah generasi muda.
Lalu apa yang kita lakukan disini? Saling
menciptakan blok, menghilangkan nilai gotong royong, membangun dinding tinggi
bahkan bagi sesama putera/i Ibu Pertiwi?
Apapun itu, selagi kita memecah diri
satu sama lain disini antar sesama, ada mereka di kampung halaman kita yang
berharap setinggi-tingginya agar generasi muda dapat menolong kehidupan mereka
di kemudian hari. No, it is not a choice, it is an awareness of duties.
Selamat Hari Pendidikan, Generasi
Penentu Masa Depan.
- Fajar
Kurniawan, Postgraduate Student of International Risk Management and
Finance, Bournemouth University, United Kingdom -
0 comments:
Posting Komentar