Dia.. Jauh.. Dia.. Jauh..
Aku.. Rindu.. Aku.. Rindu..
London.. London.. Ingin ku kesana
London.. London.. Pergi menyusulnya
Sepenggal lagu The Changcuters yang
berjudul Hijrah Ke London terputar di music player saya, menemani saya
mengingat kota London yang menjadi ikon United Kingdom ini.
Beberapa waktu yang lalu saya
berkesempatan untuk mengunjungi kota legendaris ini, London. Dengan beralasan
melaporkan diri ke Kedubes Republik Indonesia, saya beserta 2 teman saya Akbar
Adiwijoyo (Akbar) dan Nurfadlih Syahrani (Bang Fadli) mengunjungi London
sekaligus mengenal beberapa tempat dari kota ini.
Karena kami harus memiliki waktu yang
panjang untuk mengunjungi tempat-tempat yang menjadi landmark di London,
maka konsekuensinya kami mengambil bis yang lumayan cukup pagi dari
Bournemouth. Kami berangkat dari coach station sekitar jam 05.30 dan
sampai ke London Victoria sekitar jam 08.40. Perjalanan normal Bournemouth –
London memakan waktu 2,5 jam, tapi entah bagaimana bodohnya saya malah memilih
waktu tempuh yang hampir 3,5 jam. Mungkin karena tiketnya murah, yeay!
Tujuan pertama kami adalah : Lapor
Diri. Dan kebetulan kantornya baru dibuka jam 10.00 pagi, jadi kami memutuskan
untuk jalan-jalan di sekitar London Central. Beberapa tempat yang bisa
dikunjungi antara lain Buckingham Palace, Green Park, St James Park, Big Ben
dan Westminster Abbey.
Tempat pertama yang kami kunjungi
adalah Buckingham Palace. Jujur, kesan pertama saya melihat tempat ini adalah :
biasa saja. Mungkin karena saya tidak mengerti tempat apa itu sebenarnya, jadi
tidak ada antusiasme besar untuk melihatnya. Padahal itu adalah tempatnya Queen
Elizabeth lho!
Satu hal yang menarik perhatian saya
di tempat ini adalah banyak orang! Banyak sekali! Terutama orang yang ada di
pinggiran istana yang mencuri-curi foto dari sela-sela pagar. Dan sepertinya hari
itu sedang ada acara kerajaan di istana, jadi sesekali terlihat ada mobil dinas
masuk ke dalam istana.
Sebenarnya ada seremoni unik di
istana ini setiap jam 11.00 siang, yaitu pergantian pasukan penjaga istana.
Upacara ini dilakukan setiap harinya di jam yang sama. Musik kerajaan akan
diputar, dan penjaga berbaris rapih untuk bergantian dengan shift penjaga yang
lain. Mungkin juga hal ini yang menyebabkan keramaian di depan istana.
Sayangnya kami memutuskan untuk berfoto-foto dan melanjutkan berjalan daripada
menunggu 1 jam disana.
Destinasi selanjutnya adalah Green
Park, sebuah taman terbuka hijau yang lumayan luas (padahal kalau dilihat di
peta sangat kecil dibandingkan Hyde Park). Di taman ini saya menyadari ada
kebiasaan orang lokal yang serupa dengan di Bournemouth. Orang-orang disini
sangat terpengaruh dengan cuaca! Artinya, kalau cuaca cerah semua orang akan
keluar dari rumah dan sekedar berjalan-jalan di kota ataupun taman. Sebaliknya,
jika cuaca mendung atau hujan, otomatis jalanan akan sepi. Dan ini yang terjadi
di taman, orang-orang membludak karena cuaca sedang cerah!
Di tengah taman |
Sesampainya di Kedubes RI, kami
mengurus administrasi nananina dan preketeknya yang cukup memakan waktu.
Akhirnya jam 12.00 kami selesai dan melanjutkan berjalan-jalan ke tujuan
selanjutnya, Big Ben! Sebenarnya tidak jauh jarak Kedubes RI ke Big Ben, tetapi
karena penasaran kami sekaligus ingin mencoba kereta underground-nya London.
Keluar dari stasiun, langsung tepat
didepan kami adalah Big Ben yang terkenal bingit itu. Dan akhirnya saya
mengerti kenapa dinamakan ‘Big’, karena emang gede, untuk ukuran sebuah jam.
Big Ben ini bersebelahan dengan gedung parlemennya UK, kalau yang pernah nonton
film London Has Fallen, ini nih tempat yang hancur lebur sewaktu di bom.
Berfoto dengan latar belakang orang berfoto |
River Thames, diambil dari dekat London Eye |
Di area Big Ben ini, aroma
‘Jakarta’-nya sangat amat kental sekali. Yang pertama : orang dimana-mana,
padat! Yang kedua : jalanan macet! Terutama di jembatan sepanjang River Thames
ini. Yang ketiga : ada pedagang kaki lima dong! Mereka menjual pernak-pernik UK
ala-ala pedagang Tanah Abang. Yang terakhir : kali sungainya kotor!
Warnanya cokelat, tapi lebih baik sih dibanding kali Jakarta yang berwarna
hitam.
Bianglala raksasa |
Di dekat Big Ben ini juga terdapat London Eye, yaitu bianglala raksasa berwarna putih yang terletak tepat di pinggir River Thames. Di tempat ini terdapat lebih banyak manusia, karena mungkin banyak tempat-tempat duduk dan nongkrong di sekitarnya, cuma kurang orang yang jual pop mie dan kopi sambil bawa termos saja.
Warung Padang |
Lebih mirip Burjo! |
Perut sudah lapar, kami memutuskan
untuk mencari makan di Warung Padang di dekat London Tower Bridge. Akbar yang
tahu tempat tepatnya, karena dia sudah beberapa kali makan di tempat tersebut.
Dengan perut lapar dan penuh pengharapan bisa makan rendang disana, eehh
rendangnya habis! Siaaaall! Akhirnya kami memesan ayam penyet yang datangnya
juga lamaaaa aja. To be honest, rasanya pun tidak terlalu memuaskan,
tetapi mau bagaimana lagi, perut berkata lain, jadi piringnya bersih deh.
Destinasi terakhir adalah Arsenal
Stadium yang letaknya jauh di pinggiran London. Alasannya adalah karena Bang
Fadli fans berat Arsenal. Tetapi saya cukup wow dengan stadionnya, benar-benar
luar biasa. Arsenal Stadium atau Emirates Stadium mempunyai kapasitas 60.355
orang didalamnya, hampir setara dengan Gelora Bung Karno. Tidak hanya itu, di
sekitar stadion banyak juga patung-patung pemain dan sejarah tentang Arsenal.
Walaupun saya tidak begitu mengerti tentang bola, tetapi saya cukup senang bisa
mengunjungi stadion salah satu tim besar England tersebut. Lanjut part 2 ya, cheers!
Jalan menuju Emirates Stadium |
Emirates Stadium |
- Fajar
Kurniawan, Postgraduate Student of International Risk Management and
Finance, Bournemouth University, United Kingdom -
0 comments:
Posting Komentar