“Pada suatu saat di rapat perdana TATIP#2 saya menyaksikan orang ini berbicara memaparkan semua ide dan rencananya untuk kegiatan kami, dan walaaa! orang ini organisatoris yg jenius! pada saat itu posisinya adalah Ketua Umum dan saya hanya CoDiv PDD. Pada saat itu juga saya merasa menjadi mahasiswa baru yg salah masuk lingkungan UGM yg dihuni orang2 seperti dia, saya merasa bodoh berasal dari lingkungan yg tidak sepadan.”
Begitulah sepotong tulisan yang saya
buat saat hari ulang tahunnya di Instagram, bersama foto yang diambil ketika
kami sedang mengospek mahasiswa baru angkatan 2012. Fyi, itu adalah foto dengan
respon paling hits yang pernah saya post di Instagram.
Inilah dia, Sang Hipster Idealis
Wayah Arna Andika, sahabat seperjuangan saya selama berkuliah di Universitas
Gadjah Mada. Satu-satunya orang yang tidak pernah terpikir oleh saya bisa
berteman dekat dengannya, setipis plastik kresek. Bertempat dan tanggal lahir
di Gunungkidul 17 Desember 1991 dengan bantuan dukun beranak.
Lalu apa yang istimewa dari orang
ini? Ganteng? Tidak. Kaya? Tidak juga. Rajin menabung? Tidak. Pintar? Lebih
pintar saya malah, eh sama ding karena nilai IPK kita sama. Jadi kesimpulannya
tidak ada yang istimewa dari dia, tapi masa cerita saya berakhir di paragraf
ketiga? Kalau begitu saya lanjutkan deh.
Dia merupakan figur seorang Ketua
Panitia yang pertama kali membuat saya kagum karena alur pikiran dan
penyampaiannya yang luar biasa kepada seluruh panitia lainnya. Mungkin ini
semacam culture shock karena saya berasal dari sebuah sekolah swasta
kecil di Bekasi yang kegiatan organisasinya tidak begitu baik, dalam artian
profesional. Hingga pada akhirnya sampai lah saya pada salah satu PTN terbaik
di Indonesia, yang diisi oleh orang-orang sejenis dia.
Dibandingkan dengan dia, dia tidak lain adalah alumnus dari Padmanaba (SMAN 3 Yogyakarta), sebuah sekolah Negri yang terkenal akan alumnus-alumnusnya yang sangat loyal dalam membantu kegiatan keorganisasian baik intra maupun ekstra. Kesimpulannya, tidak heran seorang yang hebat dapat terbentuk dengan lingkungan seperti itu.
Dibandingkan dengan dia, dia tidak lain adalah alumnus dari Padmanaba (SMAN 3 Yogyakarta), sebuah sekolah Negri yang terkenal akan alumnus-alumnusnya yang sangat loyal dalam membantu kegiatan keorganisasian baik intra maupun ekstra. Kesimpulannya, tidak heran seorang yang hebat dapat terbentuk dengan lingkungan seperti itu.
Lalu pertanyaannya mengapa hipster? Mengapa
idealis?
Hipster, ketika kata ini terlintas di
pikiran kita maka yang terbayang pertama adalah seorang skater bertato yang
menggunakan sepatu sneakers merk luar negri dan memakai topi rada
miring. Tapi sayang sekali, dia sama sekali bukan orang seperti itu. Hipster
dalam artian luas adalah cara pandang dan selera yang berbeda terhadap sesuatu
yang sedang tren di pasar. Di saat semua orang menikmati kopi sambil nongkrong
di kedai kopi ternama, dia memilih untuk makan peyek sambil nonton FTV dirumah.
Di saat semua hipster memakai sepatu Vans Old Skool, dia lebih memilih memakai
sepatu Converse Kw super dari Outlet Biru. Di saat semua orang mendengarkan
lagu Thinking Out Loud-nya Ed Sheeran, dia lebih memilih mendengarkan Ngidam
Pentol-nya Monata.
Aku
pengin pentol sing enek endok’e
Aku
pengin pentol sing dobel endok’e
Aku
pengin pentol pentol pentol pentol endok
Sing
okeh emine
Selanjutnya adalah idealis. Dia adalah seorang yang benar-benar idealis terutama dalam masalah prinsip. Apabila dia menganggap hal yang dia yakini benar, maka itu akan terus dipertahankan dengan alasan apapun. Idealismenya itulah yang membawa dia menjadi seorang yang keras kepala di sisi lain konsisten dengan keputusannya.
Saya akan menceritakan beberapa
alasan kenapa orang seperti dia bisa berteman dekat dengan saya yang hanya
butiran debu dekat bekas permen karet di bawah meja kayu sebuah SD lapuk yang
tidak memiliki office boy. Alasan pertama adalah :
Musik
Musik, ya musik. Sebuah hal sederhana
yang bisa menyatukan semua orang. Bahkan menyatukan berbagai orang dari status,
golongan, kampung, maupun RT dan RW yang berbeda. Hal ini pula yang membuat
kami dekat, sesederhana percakapan ini.
F : “wah suka musik juga? Bisa maen?”
W : “iya, bisa kok”
Dan kami berteman.
Banyak hal-hal sederhana di dunia ini
-seperti musik- yang tidak bisa dimengerti banyak orang, tetapi benar-benar
terjadi. Oh iya, dan percakapan diatas itu benar-benar terjadi lho, sejak
itulah kami berteman, ngeband bareng, jalan bareng, makan bareng, suap-suapan
sampai akhirnya kami sadar kalau kami sama-sama pria. Begitulah, pria punya
selera.
Organisasi
Perlu diketahui bahwa ketika dulu
saya ditanya siapa teman saya yang paling tepat untuk menjadi Ketua Himatipa,
saya menjawab dia adalah calon yang paling tepat. Sampai pada tahapan 5 besar
didapatkan nama kami berdua ada di antara orang-orang tersebut. Sebenarnya saya
tidak heran dengan munculnya nama dia, yang saya heran adalah nama saya juga
bisa muncul disitu. Tetapi ketika kami berbincang kecil tentang ini, dia sama
sekali tidak berminat untuk melanjutkan tahapan Pemira dan menjadi Ketua. Bahkan
di depan fit and propher test oleh kakak angkatan & alumni, dia
dengan tegas menyatakan tidak berminat menjadi ketua, disinilah idealismenya
sedang bermain.
Singkat cerita, saya menjadi Ketua
dan memilih dia menjadi Sekretaris Jenderal. Hal yang membuat saya menjadi
dekat dengan dia adalah lebih dari sekedar hubungan jabatan organisasi, tetapi
juga pemikiran dan prinsip. Suatu hari dimana momen itu merupakan momen
terberat dalam periode saya, saya mengalami ‘krisis kepercayaan’ dengan semua
orang dari teman organisasi, adik kelas, bahkan teman terdekat saya. Tidak banyak
yang tahu cerita ini, tetapi intinya adalah dia menjadi satu-satunya orang
pertama yang percaya saya dan saya percaya, sehingga saya tidak merasa sendiri
dan berhasil melewati ‘masalah’ tersebut. Saya juga percaya kalau semua itu
terjadi bukan karena niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan.
Mie Ayam
Alasan terakhir adalah karena mie
ayam. Karena saya suka mie ayam, dan dia suka mie ayam, begitu sih.
Jadi kesimpulannya, pelajaran hidup yang
bisa saya ambil dari ‘Sang Hipster Idealis’ ini adalah jangan terlalu pusing
dengan hidup. Hidup itu harus santai seperti menonton FTV, tetapi juga harus
cerdas dalam memutuskan peyek yang harus dimakan. Dari orang ini pun saya
belajar bahwa berteman dengan tulus pastinya akan membuat hubungan tulus juga, yaitu
teman yang ada saat kita diatas maupun dibawah, sendiri ataupun bersama-sama,
kaya atau miskin, sehat ataupun sakit. Sekian, salam goyang dribel.
- Fajar
Kurniawan, Postgraduate Student of International Risk Management and
Finance, Bournemouth University, United Kingdom -
0 comments:
Posting Komentar